Saturday 12 March 2016

Manusia dan Keindahan

Indahnya Ketika Keluarga Menyatu



Begitu banyak kudapati keindahan di dalam foto di atas. Senyuman akan nyamannya kebersamaan. Ya, lebaran memang waktu yang tepat untuk menyatukan sebuah keluarga. Aku sedih, tak setiap hari bisa melihat mereka. Tak seperti saat aku kecil. Aku merindukan masa indahnya ketika kami piknik, dan menginap bersama untuk menghabiskan akhir pekan. Setiap akhir pekan. Semakin lama, semakin bertambah besar, hanya setiap libur sekolah. Bahkan saat ini sangat sulit untuk berlibur bersama, sulit untuk menyatukan jadwal kosong. Ya setidaknya masih bisa makan bersama di luar. Aku tak ingin bertambah sulit hanya untuk bertatap muka. Aku ingin keindahan ini selalu ada. Hangatnya selalu ku rasakan. Aku ingin memanfaatkan sebaik mungkin momen bersama mereka. Momen indah ini. Karena aku sebagai perempuan, akan tiba saatnya untuk lebih mementingkan imam baruku, daripada mereka.

Tuesday 8 March 2016

Manusia dan Cinta Kasih

The Best Man


Izinkan aku untuk bercerita tentang cinta kasih kepada seorang pria yang dinobatkan menjadi 'orang yang paling berpengaruh di dunia'. Bahkan diakui oleh orang-orang non muslim. Walaupun beliau telah 'meninggal', namun menurutku hanya tubuhnya saja yang meninggal. Beliau masih suka muncul di mimpi orang yang beriman kan? Namanya selalu di sebut, ajaran dan pengaruhnya selalu hidup hingga dunia ini berakhir. Bahkan nama terpopuler di dunia adalah "Muhammad" atau "Ahmad" atau "Ahmed". Itu salah satu yang menunjukkan betapa hebatnya beliau bukan?

Ya, memang benar, setiap individu yang mengaku Islam pasti mengakui cinta kepada Nabi Muhammad. Namun pada kenyataannya, sikap dan pengakuan dapat dikatakan tidak singkron. Termasuk diriku ini. Aku bukanlah orang baik, belum. Aku sangat berharap bisa menjadi orang yang baik, sabar, tidak mudah marah, dan pastinya taat kepada Allah SWT. Aku sangat ingin dapat mencintai Allah dan Nabi Muhammad melebihi apapun. Aku pernah merasakan itu – rasanya sangat nyaman, dan seisi dunia tidak penting sama sekali untukku. Kematian, walau saat itu aku sedang tidak sedih, namun rasanya aku ingin. Tentu dalam keadaan husnul khotimah. Aamiin. – Tapi entah mengapa hati ini terbolak-balik. Entah mengapa sulit untukku untuk selalu merasakannya. Ketika bukan mulutku, namun hati kecilku yang berkata “aku ingin”, rasanya sangat sedih hingga meneteskan air mata. Bukan, mungkin hanya karena aku yang ‘cengeng’.

Saat itu, detik-detik aku memasuki Roudhoh – Dengan segala dosa yang aku bawa, dan dengan segala dosa yang pastinya ‘akan’ aku perbuat dengan bodohnya – aku sangat merasakan “aku beruntung” bisa kesini. Aku berpikir “aku akan membaca banyak doa di dalam, membaca buku ini, karena permohonan akan di ijabah kan disini?”.

Aku memasuki Raudhoh. Di dalamnya aku benar-benar melupakan semua isi dunia, aku tak pedulikan kakakku berada dimana, apa di dekatku ada orang yang ku kenal atau tidak, apa ada orang Indonesia disini. Tidak. Hanya ada akhirat, akhirat, akhirat. Aku membawa buku berisi berlembar-lembar permohonanku, dan berlembar-lembar permohonan titipan. Namun aku benar-benar melupakannya. Keajaiban? Iya sangat. Aku merindukan masa itu, dimana aku tidak sama sekali peduli selain akhirat. Selain itu, ada sesuatu yang aneh, hingga hatiku benar-benar merasakan sesuatu yang tidak pernah terjadi. Aku melihat tembok berwarna hijau, tinggi di sebelah kiri. Ada yang janggal. Melihat tembok tersebut hatiku biasa saja. Namun ketika melihat tembok kiri paling depan, walau bentuk dan warnanya sama, tapi hatiku merasa tersentuh, air mata langsung menetes entah kenapa. Kulihat tembok yang tadi (bukan yang paling depan) biasa lagi, tak merasa apapun. Kemudian aku melihat ke tembok kiri paling depan lagi, air mataku menetes lagi dan hatiku tersentuh lagi. Apa ini? Aku mengulangnya hingga 3x. Ada beberapa yang memanjati tembok hijau itu, namun sepertinya tak ada yang kuat untuk memanjati tembok depan tersebut. Ada apa disitu? Aku tak memikirkannya. Aku hanya berharap bisa bebas berdoa disini kapanpun, tanpa berdesakkan. Sayang, aku wanita, tak bisa selalu memasuki Raudhoh seperti halnya pria.

Ketika aku berjalan keluar Raudhoh, aku tak bersama orang yang ku kenal, namun ada orang Indonesia yang berkata “makam Rasul disebelah kiri paling depan, mungkin itu kenapa Raudhoh bagian wanita ga boleh difoto”. Hatiku tersentuh lagi, dan aku mulai menangis lagi. Menyesal, aku ingin bisa ke tembok depan itu, setidaknya mengucapkan “Assalamu’alaikum yaa Rasulullah, aku ingin bersamamu, aku mencintaimu, tolong aku agar bisa bersamamu di Surga Firdaus-Nya kelak” dalam jarak dekat. Ya, aku ingin mengatakan itu dalam jarak yang sangat dekat. Aku berharap ini bukan terakhir kalinya aku ke sini.

Ini aku, yang bergelimang dosa – andai dosa memiliki berat, aku pasti sudah mati tak berbentuk karena tertimpa dosa yang sedang kupikul –

Ini aku, yang dengan munafiknya berkata bahwa aku cinta Nabi Muhammad – namun suka melupakannya dan mengabaikan perintahnya –

Ini aku, yang seharusnya tak pantas mengucapkan “Aku ingin masuk surga” – karena dengan bodohnya aku selalu berbuat lalai dan dosa –

Namun, aku berharap dengan segala kebodohan ini, aku bisa bertemu dengannya. Sosok yang tak tertandingi, tak ada duanya. Bisa bercengkrama dengannya di Surga Firdaus dengan ridho Allah. Aamiin.

Memang, besar rasa sayangku kepadanya dan besar rasa sayangnya kepadaku, tidak akan pernah sama. Beliau mengkhawatirkanku dan seluruh umat Islam akhir zaman bahkan sebelum kami di lahirkan. Maka aneh rasanya, jika umat Islam akhir zaman khususnya di Indonesia mengatakan “aku cinta Rasul” namun kepada sesama muslim saling acuh tak acuh. Bukankah jika bertemu seharusnya saling menyapa, karena sesama umat mulim itu bersaudara bukan? Ketika di Arab, aku merasakan begitu banyak hal yang ku anggap rasis, namun tak jarang sesama wanita muslimah disana saling memberi dan menyapa walau beda negara dan bahasa. Bahkan kadang tak tahu bahasa yang dibicarakan. Tetapi karena ada rasa cinta kepada Allah dan Rasul yang menyatukan kami.

Aku terharu sekalipun merasa tak tahu diri. Karena nabi Muhammad begitu besar rasa cintanya, walau aku tak selalu mengindahkannya. Juga karena Allah masih mengabulkan doaku, walau dosaku begitu besar dan busuk.

Aku selalu berharap bisa mencintaimu wahai nabiku, dan mencintai Allah sebagai tuhanku, melebihi apapun. Aamiin.