Sunday 17 January 2016

Prasangka Diskriminasi dan Etnosentrisme



1.       PERBEDAAN PRASANGKA DAN DISKRIMINASI
Sikap yang negatif terhadap sesuatu, disebut prasangka. Walaupun dapat digaris bawahi bahwa prasangka dapat juga dalam pengertian positif.
Orang yang berintelekgensi tinggi, lebih sukar untuk bersikap berprasangka. Karena orang-orang macam ini bersifat dan bersikap kritis. Kondisi lingkungan/ wilayah yang tidak mapan pun cukup beralasan untuk dapat menimbulkan prasangka suatu individu atau kelompok sosial tertentu.
Prasangka bersumber dari suatu sikap. Diskriminasi menunjuk kepada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari-hari sikap berprasangka dan diskriminasi seolah-olah menyatu, tidak dapat dipisahkan.
Sikap berprasangka jelas tidak adil, sebab sikap yang diambil hanya berdasarkan pada pengalaman atau apa yang didengar.
1.1               Sebab-sebab Timbulnya Prasangka dan Diskriminasi
ü  Berlatar belakang sejarah.
ü  Dilatarbelakangi oleh perkembangan sosio – kultural dan situsional.
ü  Bersumber dari faktor kepribadian.
ü  Berlatar belakang dari perbedaan keyakinan, kepercayaan, dan agama.
1.2               Daya Upaya Untuk Mengurangi/ Menghilangkan Prasangka dan Diskriminasi
ü  Perbaikan kondisi sosial ekonomi.
ü  Perluasan kesempatan belajar.
ü  Sikap terbuka dan sikap lapang.
2.       ETNOSENTRISME
Suku bangsa, ras tersebut cenderung menganggap kebudayaan mereka sebagai salah sesuatu yang prima, riil, logis, sesuai dengan kodrat alam dan sebagainya. Segala yang berbeda dengan kebudayaan yang mereka miliki, dipandang sebagai sesuatu yang kurang baik, kurang estetis, bertentang dengan kodrat alam dan sebagainya. Hal-hal tersebut di atas dikenal sebagai etnosentrisme, yaitu suatu kecendrungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagai suatu yang prima, terbaik, mutlak, dan dipergunakannya sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain.

Etnosentrisme nampaknya merupakan gejala sosial yang universal, dan sikap yang demikian biasanya dilakukan secara tidak sadar. Dengan demikian etnosentrisme merupakan kecendrungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolak ukur kebudayaannya sendiri.

Monday 11 January 2016

Agama dan Masyarakat



         Agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Agama yang diyakini merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya. Pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial.
            Peratura agama dalam masyarakat menekankan pada hal-hal yang normatif atau menunjuk kepada hal-hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan. Karena latar belakang sosial yang berbeda dari masyarakat agama, maka masyarakat akan memiliki sikap dan nilai yang berbeda pula.

1.      Fungsi Agama
ü  Ada 3 aspek penting yaitu kebudayaan, sistem sosial, kepribadian.
ü  Teori fungsional dalam melihat kebudayaan pengertiannya adalah bahwa kebudayaan itu berwujud suatu kompleks dari ide-ide, norma-norma, peraturan, dll.
ü  Teori fungsional dalam melihat kepribadian merupakan suatu dorongan, kebutuhan yang kompleks, kecenderungan bertindak, dan memberikan tanggapan serta nilai yang sistematis.
ü  Teori fungsional dalam melihat agama, dipandang sebagai lembaga sosial yang menjawab kebutuhan mendasar yang dapat dipenuhi kebutuhan nilai-nilai duniawi. Jadi seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia untuk mengatasi diri dari ketidakpastian.
ü  Fungsi agama dibidang sosial adalah fungsi penentu, dimana agama menciptakan suatu ikatan bersama. Fungsi agama sebagai sosialisasi individu adalah pada saat individu tumbuh menjadi dewasa memerlukan satu sistem nilai sebagai semacam tuntutan umum untuk mengarahkan aktivitasnya dalam masyarakat.
ü  Masalah fungsionalisme agama menurut Roland Robertson diklasifikasikan menjadi Keyakinan, Praktek, Pengalaman, Pengetahuan, dan Konsekuensi.
ü  Aksioma teori fungsional agama adalah segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya, karena agama sejak dulu sampai saat ini masih ada, mempunyai fungsi, dan bahkan memerankan sejumlah fungsi.

§  Masyarkat-masyarakat Industri Sekular
Masyarakat industri bercirikan dinamika dan semakin berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi penting bagi agama. Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dala menanggapi masalah kemanusiaan. Sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas.
Kecenderungan sekulerisasi mempersempit ruang gerak kepercayaan dan pengalaman keagamaan yang terbatas pada aspek yang lebih kecil.

2.      Pelembagaan Agama
Hal yang perlu dijawab dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya, fungsi dan struktur agama.
Kaitan agama dan masyarakat:
a.   Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral.
b.   Masyarakat-masyarakat pra-industri yang sedang berkembang.
Lembaga-lembaga keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan, pola ide-ide dan keyakinan-keyakinan, dan sebagai asosiasi atau organisasi. Misalnya, pada kewajiban ibadah haji dan munculnya organisasi keagamaan. Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada tingkat intelektual, tingkat pemujaan (ibadat), dan tingkat organisasi.
Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan batin” atau kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama menuju ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasi keagamaan.